TERAPI
OKSIGEN
Definisi
Terapi oksigen adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi yang dapat
dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi (FiO2);
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).
Indikasi
Pemberian terapi oksigen
digunakan untuk;
- Mencegah terjadinya hipoksia;
- Merupakan terapi untuk hipoksia.
Masalah Kebutuhan Oksigen
a.
Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan
pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan oleh
menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli kedalam darah,
menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan
konsentrasi oksigen.
b.
Obstruksi jalan nafas
Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan nafas) merupakan
kondisi pernafasan yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat
penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), efek
pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hipoksia.
- Kadar oksigen rendah.
- Gangguan jalan napas dan pernapasan.
- Gangguan difusi.
- Gangguan transport oksigen.
- Gangguan penggunaan oksigen dan jaringan.
Tanda-tanda Hipoksia.
- Sesak napas, pernapasan > 16 / 20 x/mnt
- Napas cuping hidung.
- Adanya gerak napas tambahan, retraksi interkostal suprasternal.
- Tachicardia, tekanan darah meningkat.
- Berkeringat dingin.
- Gelisah sampai bingung.
- Kalau berat tampak sianosis.
Prinsip Alat Terapi Oksigen
- FiO2 dapat diatur sesuai kebutuhan.
- Tidak terjadi rebreathing yang menyebabkan penumpukan CO2
- Resistensi minimal.
- Efisien dan ekonomis.
- Nyaman untuk pasien.
Macam-Macam Alat Terapi Oksigen
- Nasal kanule / nasal prong 24-44% 1-6 lpm
|
|
Figure 1. nasal kanul (kiri),
nasal prong/kateter nasal (kanan)
- Masker
1) Masker sederhana 40-60% 5-8 lpm
2) Masker reservoar rebreathing 35-60% 6-15 lpm.
3) Masker reservoar non rebreathing 55-90% 6-15 lpm.
|
|
![]() |
Figure 2. Masker sederhana (kiri), Masker reservoar rebreathing (tengah),
Masker
reservoar non rebreathing (kanan).
![]() |
Figure 3. masker venturi
- Bag valve mask
1) Tanpa oksigen 21%
2) Dengan oksigen 50-100%
- Respirator 21-100%
- Head box 30-50%
Efek samping terapi oksigen
- Langsung.
1) Keracunan oksigen.
2) CO2 naskosis.
3) Atelektasis (tindakan langsung
diintubasi).
4) Retrolethal fibroplasia, kebutaan.
5) Gangguan neurologis.
6) Gangguan gerakan silia dan selaput lendir
- Tidak langsung
1) Nasokomial infection.
2) Mucous plug
3) Kembung.
4) Barotrauma paru.
5) Meledak.
Penyakit / Gangguan yang Memerlukan Terapi Oksigen
- Gagal napas (lihat blood gas).
- Shock.
- Infark myokard acute (IMA)
- Payah jantung.
- Keracunan karbon mono oksida (CaCO3).
- Fraktur multiple berat.
- Luka bakar > 25%.
- Pasca bedah.
- Sepsis, dll
Pemberian terapi oksigen harus memenuhi kriteria 4 tepat 1 waspada
- Tepat indikasi.
- Tepat dosis.
- Tepat cara pemberian.
- Tepat waktu pemberian.
- Waspada terhadap efek samping.
PEMBERIAN OKSIGEN
Definisi
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen ke dalam
paru-paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat bantu oksigen.
![]() |
Figure 1. peralatan oksigen
Tujuan
- Memenuhi kebutuhan oksigen pasien
- Mencegah terjadinya hipoksia.
Perubahan Pola Pernafasan
1. Takipnea
Merupakan pernafasan yang memiliki frekuensi >24 kali/mnt.
Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis atau terjadi emboli.
2. Bradipnea
Merupakan pola pernafasan yang lambat dan kurang dari 10
kali / mnt. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai narkotik sedatif.
3. Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai
dengan adanya peningkkatan denyut nadi, nafas pendek, adanya nyeri dada,
menurunnya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan
adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis.
Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnea, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di
bawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat pernafasan menurun.
4. Kusmaul
Merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemuukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5. Hipoventilasi
Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup yang dilakukan
pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang
ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, lumpuhnya
otot-otot pernafasan, depresi pusat pernafasan, peningkatan tahanan jalan
udara, penurunan tahanan jaringan paru dan toraks, serta penurunan compliance
paru dan toraks. Keadaan demikian dapat menyebabkan hiperkapnea, yaitu
retensi CO2 dalam tubuh sehingga pCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
6. Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat pernafasan. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/ jaringan, kerja berat/
berlebihan, dan pengaruh psikis.
7. Orthopnea
Merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif
paru.
8. Cheyne Stokes
Merupakan siklus pernafasan yang
amplitudonya mula-mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernafasan paradoksial
Mrupakan pernafasan yang ditandai
pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal, sering
ditemukan pada keadaan atelektasis.
10. Biot
Merupakan pernafasan dengan irama
yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini
sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intrakranial yang
meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
11. Stridor
Merupakan pernafasan bising yang
terjadi karena penyempitan pada saluran pernafasan. Pola ini pada umumnya
ditemukan pada kasus spasme trakea atau obstruksi laring.
Pemberian Oksigen dengan Kateter Nasal / Kanul Nasal / Masker Oksigen
Persiapan alat:
- Tabung oksigen/oksigen sentral, lengkap dengan flow meter, humidifier;
- Kateter nasal/nasal kanul/masker oksigen;
- Alat tulis/lembar observasi;
- k/p jeli/vaselin
|
|
Figur 1. Pemberian oksigen melalui kateter nasal (kiri),
pemberian oksigen
melalui kanul nasal (kanan).
Prosedur Kerja
A.
Kateter Nasal/Nasal Kanul
Langkah-langkah
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Cuci tangan
- Atur aliran (flow) oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 lpm. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
- Atur posisi klien semifowler
- Kateter nasal:
a.
ukur kateter nasal dari lubang telinga sampai ke lubang
hidung dan berikan tanda;
b.
buka saluran udara dari tabung oksigen;
c.
berikan minyak pelumas (jeli/vaselin);
d.
masukkan ke dalam lubang hidung sampai batas ang
ditentukan;
e.
lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau
belum dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya
di belakang uvula).
- Nasal kanul: pasang nasal kanul pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
- Periksa kateter nasal/nasal kanul tiap 6-8 jam
- Kaji cuping hidung, septum nasal, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran (flow) oksigen tiap 6-8 jam
- Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
- Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon klien.
B.
Masker Oksigen
Langkah-langkah
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Cuci tangan
- Atur posisi klien dengan posisi semifowler
- Atur aliran (flow) oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, umumnya 6-10 lpm. Kemudian observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
- Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien
- Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon pasien
- Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, AAA. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, buku 2.
Jakarta : salemba Medika
Hudak&Gallo.1997. Keperawatan
Kritis, Pendekatan Holistik. Vol.1. Jakarta: EGC
Kusyati, E.2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar. Jakarta: EGC